Jumat, 02 November 2012

Sinopsis Novel KATAK HENDAK JADI LEMBU


KATAK HENDAK JADI LEMBU
SINOPSIS
Haji Zakaria adalah sahabat Karib Haji Hasbullah. Semenjak kecil mereka dapat dikatakan sepermainan, seperjalanan dan sama-sama pula pergi naik haji ke Tanah Suci. Juga senasib, sama-sama memiliki anak tunggal. Bedanya, Haji Hasbullah memiliki seorang anak perempuan, Zubaidah namanya. Lebih berbahagia dan lebih beruntung daripada dia, karena Haji Hasbullah lebih kaya dan menjadi khatib ternama, ramah, dan lurus di negerinya. Zubaidah setelah tamat belajar di sekolah rendah setingkat SMP, dididiknya di rumah dengan budi bahasa yang halus, baik tentang perkara adat sopan-santun, juga tentang perkara agama. Sedang Haji Zakaria adalah seorang tani kaya yang memiliki seorang anak laki-laki bernama Suria. Sebagaimana kebiasaan pada anak tunggal, Haji Zakaria selalu menuruti apapun permintaan Suria. Sehingga saat dia dewasa, dia tumbuh menjadi anak yang manja, pesolek, dan tinggi hati.
Ketika Zubaidah berumur 14 tahun, dia akan dijodohkan dengan Raden Prawira, yang bepangkat manteri polisi. Dalam ikhtiar orangtuanya itu, datanglah Haji Zakaria dengan maksud ingin meminang Zubaidah untuk anaknya, Suria. Hati siapa yang tak luluh jika memintanya dengan sangat memohon dan halus? Apalagi yang meminta adalah sahabat karibnya. Lalu di setujuilah permintaan itu. Sebenarnya Haji Hasbullah sudah ahu dan tidak suka dengan perangai Suria, namun dia berharap agar agaknya perangai itu bisa berubah nanti dengan setelah dia menikah dengan anaknya. Setelah Zubaidah telah akilbalig yaitu sudh cukup lima belas tahunn maka mereka secara resmi dinikahkan dengan diramaikan tari-tarian, nyanyi-nyanyian dan perjamuan besar dua hari dan dua malam lamanya. Maklum kedua-duanya berasal dari keluarga yang berada. Namun pernikahan itu tak membawa bahagia agaknya.
Harapan Haji Hasbullah tidak terkabul nyatanya. Perangai Suria malah semakin menjadi-jadi sepeninggal ayahnya. Tabiat suria bertambah teranja-anja, congkak, dan sombong. Dia berfoya-foya dengan harta peninggalan orangtuanya itu. Tidak di jaganya dengan baik-baik malah dihabiskan. Dan ketika istrinya melahirkan seorang anak laki-laki bernama Abdulhalim, tiba-tiba ia pun meninggalkannya. Dan setelah tiga tahun lamanya perempuan itu meranda, selama itu pula Suria berfoya-foya dengan hartanya dan akhirnya habis. Akhirnya dia kembali ke keluarga yang telah ditinggalkannya. Di jemputlah sang istri dirumah mertuanya itu dengan memohon, bersimpuh, dan menyesalkan atas kesalahan yang telah dia perbuat Selama ini. Dan akhirnya mereka kembali ke rumah Zubaidah. Setelah dua tahun Suria di angkat menjadi manteri kabupaten. Namun Abdulhalim tinggal di Tasikmalaya bersama neneknya. Setelah dia berumur 6 tahun, oleh Haji Hasbullah dia dimasukkan ke sekolah Belanda dan kemudian ke sekolah menak di Bandung dengan ongkosnya sendiri. Dan ketika Suria menjadi manteri kabupaten, gajinya pun bertambah, namun tak sekalipun uang itu digunakannya untuk menyekolahkan ketiga anaknya, yaitu Abdulhalim, Saleh, dan Aminah. Ketiganya dibiayai oleh kakeknya, Haji Hasbullah. Uangnya itu bahkan tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari sehingga seperti pepatah “Besar pasak daripada tiang”. Hutangnya pun semakin menumpuk saja tidak pula dia bisa melunasi hutang-hutangnya. Malah semakin menumpuk membuat istrinya sedih, tertekan memikirkan tabiat suaminya yang gila pangkat dan kehormatan itu.
Seringkali terjadi petengkaran mulut antara zubaidah dan Suria. Zubaidah tak kuat lagi menahan malu kepada para penagih yang selalu datang ke rumahnya. Namun Suria sendiri bersikap acuh tak acuh menghadapi kenyataan itu. Bahkan, dia kini ingin naik pangkat ketika didengarnya ada lowongan klerk. Hal itu ia ceritakan kepada istrinya bahwa beberapa hari yang lalu ia mengirim pemohonan untuk mengisi lowongan itu. dia begitu yakin atasannya akan berusaha menolongnya.”Tak usah mengeluh juga, Edah,”ujarnya, ”Kalau sudah keluar surat angkatan akang jadi klerk, tentu klerk kelas 1, tak pelu kita disokong ayah dari Tasik lagi. Dengan sekejap saja kita sudah lebih daripada manteri polisi yang tertua dinasnya.”
Utang Suria terus menggunung. Apalagi karena Suria berani mengambil barang-barang lelangan atasannya. Maka, untuk melunasi utang-utang itu, Suria menjadi gelap mata. Ia ”telan” uang kas di kantornya. Perbuatannya itu diketahui atasannya. Kemudian, ketika Suria dipanggil atasannya, dia bahkan mengajukan permohonan behenti bekerja.
Rupanya, Suria telah merencanakan sebelumnya. Dalam pikirannya, setelah berhasil menggelapkan uang kas, ia akan membawa istri dan anak anaknya pindah ke rumah Abulhalim yang kini telah bekerja dan telah pula berkeluarga. Suria mengirim surat kepada anaknya dan mengutarakan maksudnya itu. Sebagai seorang anak yang ingin membalas budi orang tua, Abdulhalim sama sekali tak merasa keberatan dengan keinginan ayahnya. Mulai saat itu, Suria tinggal di rumah anaknya.
Orang tua itu rupanya benar benar tak tahu diri. Ia tetap bersikap seperti tuan rumah layaknya. Adapun Abulhalim dan menantunya dia anggap sebagai anak yang harus patuh pada orangtua, sekalipun Abdulhalim sebagai kepala rumahtangga.”Patutkah seorang menantu menghinakan mertuanya? patutkah seorang perempuan berkata sekasar itu terhadapku, bekas manteri kabupaten? Sudah salah ayahmu mengawinkan Abdulhalim dengan anak jaksa kepala itu. Mengharapkan gelar dan paras saja. Coba diturutkan nasihatku dahulu dikawinkan Abdulhalim dengan anak wedana, yang telah jadi guru di Tasik itu, tentu takkan begini jadinya.”
Tak kuasa Zubaidah melihat tingkah laku suaminya yang sering mencampuri urusan rumahtangga anaknya. Hal itu pula yang membuat kehidupan rumah tangga anaknya mulai sering diwarnai percekcokan. Bagi Zubaidah, keadaan demikian sungguh membuatnya tidak enak hati. Bagaimanapun sebagai seorang ibu, dia ingin melihat anaknya hidup bahagia. Kebahagiaan anaknya, justru terganggu oleh sikap Suria yang merasa bebas bebuat sekehendak hati tehadap anaknya. Ia menyesalkan sikap suaminya. ”Sesal Zubaidah terhadap Suria semata-mata, dan sesal tak putus itulah yang mendatangkan penyakit kepadanya” Tekanan batin yang mendatangkan penyakit jantung itu pula yang mengantarkan Zubaidah menghembuskan napasnya yang penghabisan. Ia meninggal di hadapan semua kaum keluarganya. Dan beberapa hari setelah di kuburkan mayat Zubaidah, dengan terus terang Halim mengatakan bahwa ibunya yang masih muda itu meninggal karena makan hati oleh tingkah laku ayahnya, karena disia-siakannya. Dengan terang-terangan hal itu di ungkapkan kepada Suria semua berita yang didapatkannya dari Sumedang tentang kelakuan dan perbuatan ayahnya itu akhir-akhir ini: yaitu dia hendak menikah dengan gadis muda dan memakai uang kas “dana kantor” itu. Tentu saja terjadi perselisihan hebat antara anak dan bapak. Sementara Haji Hasbullah dan istri tidak mengucapkan sepatah kata pun, meratapi kesedihan.
Akhirnya dia angkat kaki dari rumah anaknya itu kemudian tinggal dirumh mantan bujang ayahnya yang bernama Mak Iyah yang sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Dengan bermata pencaharian sebagai penganyam topi. Dia bukan lagi orang yang di hormati, di segani orang seperti dulu. Tidak juga segagah, setampan, dan selicin dulu. Umurnya belum tua masih sekitar empat puluh satuan tapi rupanya sudah tua benar, pipinya cekung, kulitnya hitam kesat dimakan panas, rambutnya pun sudah beruban. Kematian istrinya telah membuat Suria merasa sangat malu terhadap kelakuannya sendiri. Bukan hanya malu, tetapi dia juga insaf atas segala kelakuannya di masa lalu. Dia telah mengganggu ketentraman kehidupan rumah tangga anaknya. Dia pula yang menyebabkan istrinya menderita hingga maut menjemputnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar